Menelanjangi Proyek Pengadaan 3000 Unit BRT Kemenhub

1. KEMENHUB : Menhub Budi K Sumadi didampingi Seskab Pramono Anung memberikan keterangan pers usai rapas di Kantor Presiden, Jakarta

Tahun 2015 Kemenhub Beli 1000 BRT Lalu Mangkrak, Tahun 2016 Beli Lagi 500 unit BRT

KOTA SEMARANG : sebanyak 25 unit bus BRT R260, bantuan Kemenhub RI, bantuan 25 bus ini diterima Pemkot Semarang, pada akhir 2015 lalu. Sejak diterima 25 bus, sampai hari ini belum dioperasikan (mangkrak). Kondisi bus sangat memprihatinkan, kehujanan kepanasan. Bahkan tanggal 4/1/2017 sebanyak 32 ban serep mobil tersebut hilang digondol maling, dari pengembangan kasus tersebut Polwiltabes semarang menemukan, ternyata onderdil bus tersebut yuga banyak yang ditukar (diganti). Bahkan baru-baru ini terungkap 8 unit bus disewakan secara elegal, kasus ini sedang ditangani Polwiltabes Semarang. Namun sampai sekarang 25 bus masih mangkrak.

 

JAKARTA (NusantaraPosOnline.Com)-Transportasi merupakan salah satu aspek penting yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan dari berbagai sektor, setiap sendi-sendi pembangunan bangsa sangat tergantung pada kinerja sektor transportasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi terutama di kota-kota besar secara langsung meningkatkan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang tinggi secara langsung akan meningkatkan kebutuhan akan mobilisasi dan pergerakan baik orang maupun barang dan secara langsung pula berdampak pada kebutuhan sarana dan prasarana transportasi.

Permasalahanya adalah kemacetan di kota-kota besar di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 1juta jiwa sudah sangat signifikan mengurangi productivity ekonomi masyarakat.

Untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia, Kementrian Perhubungan melakukan terobosan-terobosan untuk mendukung pertumbuhan penggunaan angkutan umum, dan untuk mengurangi kemacetan kota-kota besar di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, Kementrian perhubung, Melalui Ditjen Perhubungan Darat, meluncurkan program pengadaan Bus Rapid Transit (BRT) sebanyak 3.000 unit untuk periode 2015-2019.

Pengadaan 3000 unit BRT tersebut tahap awal tahun 2015 sebanyak 1000 unit, pengDadaan sudah selesai, tahap kedua sebanyak 500 unit tahun 2016. Sedangkan sisanya sebanyak 1.500 unit BRT akan mulai di lelang lagi pada tahun  2017-2019.

Pengadaan BRT dibiayai dari APBN, yang bersumber dari alokasi anggaran hasil penghematan subsidi BBM. Tahap awal tahun 2015 pengadaan 1.000 unit BRT sudah ditender sejak awal 2015 lalu, melalui proses e-catalog, dimenangkan 7 perusahaan karoseri, sebagai berikut : (1) Karoseri laksana 350 unit BRT, (2). Rahayu Santosa 200 unit, (3). Tenterem 150 unit BRT, (4) Nes Armada 100 unit BRT, (5). Tri Sakti 100 unit BRT, (6). Restu Ibu Pusaka 50 unit BRT, dan (7). Piala Mas 50 unit BRT.

Sebayak 1000 unit BRT, tersebut sudah dibagi-bagikan oleh Kemenhub, ke beberapa Provinsi. Namun baru tahap awal pengadaan, sudah muncul banyak masalah, mulai dari adanya penolakan bantuan BRT, ada juga daerah yang menerima bantuan BRT karena terpaksa lantaran sudah terlanjur diberi bantuan sampai sekarang BRT mangkrak, dan ada juga Daerah penerima bantuan yang memaksakan mengoperasikan BRT tanpa didukung dengan kondisi jalan, dan fasilitas kelengkapan halte yang memadai.

Ironisnya meski 1000 unit BRT tahun 2015 lalu masih mangkrak dimana-mana, tahun anggaran 2016 Kemenhub kembali, membeli 500 unit BRT. Diperkirakan 500 unit BRT, ini bakal menambah daftar panjang BRT yang mangkrak.

Rencananya pengadaan 3.000 unit BRT nantinya akan dibagikan kepada 34 Provinsi, di Indonesia. Mengingat pendanaan pengadaan bus ini menggunakan APBN yang bersumber dari  penghematan subsidi BBM yang telah dibayarkan oleh masyarakat umum, sehingga sebagai masyarakat wajib ikut serta memberikan masukan untuk perbaikan program ini supaya tidak merugikan masyarakat itu sendiri dan hanya menguntungkan pejabat Kemenhub, dan rekanan-rekanannya saja.

Harga per unit BRT adalah kisaran Rp.1,4 Milyar (tidak termasuk ongkos kirim) maka anggaran untuk pengadaan bus ini diperkirakan mencapai Rp.4,2 trilun atau lebih. Anggaran kisaran Rp 1,4 triliun yang dikeluarkan Negara untuk mendukung mass transport, dan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas kota-kota besar di Indonesia, sudah cukup besar.

Namun pengelolaan dana Rp 4,2 trilun, tidak dikelola secara profesional oleh Ditjen PHD. Dana tersebut dikelola hanya menguntungkan segelintir pejabat dilingkungan Kemenhub, dan rekanan-rekananya. Ada beberapa kritikan atas pelaksanaan proyek tersebut yaitu :

  1. Perencanaan Pembelian 3000 unit BRT, tanpa memperhitungkan kebutuhan, kondisi Daerah yang akan menerima bantuan, dan tanpa ada koordinasi dengan daerah. Bus dibeli terlebih dahulu, kemudian barulah Kemenhub memikirkan BRT akan diserahkan kedaerah mana.
  1. Pengadaan bus tersebut dipaksakan terpusat di Kemenhub, telah menyebabkan biaya transportasi pengiriman BRT kedaerah penerima bantuan masih menjadi beban tambahan APBN, hal ini jelas-jelas pemborosan anggaran.
  1. Kurangnya pembedayaan yang dilakukan Kemenhub, terhadap Dinas Perhubungan tingkat Provinsi, kebupaten / Kota, belajar dari tahun-tahun sebelumnya dengan program yang ada bahwa kurangnya pemberdayaannya Dinas Perhubungan di daerah, dan tidak berkesinambungan menyebabkan kebijakan dipusat tidak singkron dengan kebijakan didaerah, sehingga proyek 3000 unit BRT relative mubazir/mangkrak atau tidak dipergunakan secara semestinya.
  1. Pemerintah Daerah penerima bantuan Bus mengalami kesulitan dalam penyediaan anggaran untuk meng Operasikan dan maintenance (O&M), pembangunan halte, yang mengikuti design Bus. Bukan hanya itu pemerintah Daerah, juga mengalami kesulitan dalam pemilihan rute jalan untuk mengoperasikan Bus hibah yang panjangnya kisaran 12.000 mm, dan lebar 2500 mm.
  1. Perencanaan pengadaan 3000 BRT tidak melalui pengkajian yang matang, tidak mempertimbangkan kebutuhan Daerah, dan kondisi jalan yang ada di Daerah penerima bantuan. Sehinga mengakibatkan beberapa daerah ada yang batal/menolak menerima bantuan BRT tersebut. Ini adalah cerminan bobroknya perencanan oleh Kemenhub.
  1. Perencanaan pengadaan BRT tersebut kurang mempertimbangkan sistem management dan kelembagaan atas BRT dan belum mempertimbangkan ketersediaan SDM yang akan mengoperasikan dan maintenance (O&M) BRT. Kemenhub hanya memperhitungkan PT Damri sebagai operator utama BRT. PT Damri yang ada saat ini juga pada level manajemen terpusat yang akan sulit memenuhi standard kebutuhan angkutan umum di daerah. Karena kendala dari hasil pengadaan bus terpusat yang telah berjalan, O&M kurang optimal serta kelangsungan pembiayaan tidak terjadi, sistem subsidi juga kurang jelas. Sampai saat ini belum ada BRT di Indonesia yang berkembang dan memberikan pelayanan memuaskan pada masyarakat.

Ada beberapa solusi untuk pengunaan anggaran peningkatan pelayanan trasportasi perkotaan dengan bus sistem di kota-kota besar Indonesia, diantarnya adah :

  1. Kemenhub harus konsentrasi pada kebijakan, standard prosedur, standard pengadaan, standard management operator BRT. Kemenhub tidak perlu terlalu mengurusi hal-hal teknis apalagi sampai teknis pengadaan BRT dan pembagian Bus ke daerah-daerah. Kemenhub harus mencitapkan vision yang lebih besar untuk pengembangan angkutan massal secara menyeluruh dan menciptakan sistem integrasinya. Jadi apa yang dilakukan saat ini menyibukan diri dengan terlambat langsung secara teknis dengan pengadaan Bus, dan pengiriman BRT artinya Kemenhub telah mengecilkan atau mengkerdilkan fungsi dan kewenangan Kemenhub itu sendiri.
  1. Pengadaan Bus dilakukan di Daerah Provinsi, Kabupaten/kota untuk mendorong peran aktif Dinas Perhubungan Provinsi/Daerah, agar adanya sinergi dalam perencanaan dan menciptakan kebijakan pendukung. Serta adanya perencanaan subsidi BRT apabila di diperlukan.
  1. Pemerintah Daerah agar bisa menganggarkan pembanguanan dan pemeliharaan jalan dan fasilitas umum penunjang angkutan umum. Karena pemerintah Daerah lebih memahami calon penumpang BRT pada trayek-trayek tertentu untuk disesuaikan dengan ukuran dan kapasitas layanan BRT.
  1. Untuk menciptakan system kelembagaan dan O&M yang berkesinambungan, sehingga perlu didirikan BUMD untuk pengelola BRT. Karena luasnya 34 provinsi di Indonesia maka pengelolaan BRT tidak hanya terfokus pada PT. Damri. Dengan pengembangan manajemen di daerah diharapkan SDM yang tersebar di daerah akan terakomodasi sehingga sense of belonging dari SDM daerah akan tumbuh dan berkembang.
  1. Anggaran APBN untuk pengadaan bus system bisa berupa Penanaman Modal Pemerintah (PMP) untuk BUMD Pengelola BRT. Untuk mendorong dan mempercepat pengelolaan yang professional dan berkesinambungan BUMD Pengelola BRT, didorong (encourage) untuk bekerjasama dengan Swasta dengan pola Public Private Partnership (PPP). Kerjasama PPP dengan Perusahaan Swasta yang sudah memiliki pengalaman O&M Bus. Pola operasional bisa dengan Leasing Bus pada periode konsesi. Apabila Leasing 5 tahun maka Konsesi dengan Perusahaan Swasta cukup 10 tahun, atau 2 kali masa leasing. Dengan pola ini, maka pemanfaatan APBN yang menjadi PMP akan lebih optimal, PMP senilai Rp.4,2 Trilun (setara 3000 bus) sebagai Equity BUMD Pengelola BRT bisa untuk mendapatkan Leasing Bus 3 kali lipat atau Rp.12,6 Trilun (setara 9000 unit BRT). Sehingga penyelesaian atas pengurangan kemacetan dan pengembangan angkutan umum berbasis Bus pada kota-kota besar di DiIndonesia akan jauh lebih maksimal dan berkesinambungan.
  1. Pada waktu mendatang, depo pemeliharaan bus, pabrik karoseri bus bisa dikembangkan di daerah-daerah di Indonesia. Menhub harus mengevaluasi, atau memberi sangsi tegas kepada para pejabat dilingkungan Ditjen perhubungan Darat, yang telah gagal dalam melaksanakan pengelolan anggaran untuk pengadaan 3000 unit BRT tersebut. adapun pejabat yang harus bertangung jawab adalah :

Pengadaan tahap awal tahun 2015 yaitu 1000 unit BRT adalah : (1). Ditjen PHD waktu itu dijabat DR. Ir Djoko Sasono, menjabat 2014-2015, (2). Kabag Perencanaan Ir Djamal subastian, MSc, (3). Direktur bina sistem transpotasi perkotaan (DBSTP) Ir. Juju Endah Wahjuningrum, MT sekarang menjabat Direktur prasarana perhubungan darat (4). Kasubdit jaringan transportasi perkotaan, Harno trimadi ST, MT, dan (4) Pejabat pembuat komitmen (PPK) Andri Sulistiawan.

Pengadaan tahap kedua tahun 2016 yaitu 500 unit BRT adalah :  (1) Kabag Perencanaan Ir Djamal subastian, MSc. (2). Direktur angkutan dan multi moda, Ir. Cucuk Mulyana, (3). Kasubdit dit Multimoda, Ir Toto noer wicaksono, dan (4). PPK  Andri Sulistiawan.

Terima kasih Semoga bermanfaat. Artikel ini diambil dari berbagi sumber. (taem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!