Penegak Hukum Harus Usut Proyek BBWS Brantas

Kepala kantor BBWS Brantas Ir Amir usman MT

Korupsi Proyek Irigasi Rp 23,434 Milyar,  BBWS Brantas    

SURABAYA, NusantaraPosOnline.Com-Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Arak) Jawa timur, meminta aparat penegak hukum untuk mengusut kasus penyimpangan pada proyek Rehabilitasi jaringan irigasi primer Kedung Kandang (5.160 Ha) Kab Malang, tahun anggaran 2015 lalu, yang dikerjakan PT Hariara (PT HR), dengan nilai kontrak Rp 23,434.515.000. Pasalnya Lsm Arak,  menilai menyisakan masalah besar karena terjadi praktek Korupsi pada proyek tersebut.

Menurut hasil kajian Lsm Arak,  proyek tersebut sudah sakit sejak perencanaan dan pelelangan, sejak perencanaan pihak kantor BBWS Brantas, sudah melakukan pengelembungan anggaran pada APBN 2015 diangarkan Pagu sebesar Rp 26.769.866.000, Panitia pengadaan barang menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) sama dengan nilai Pagu Rp 26.769.866.000. Artinya panitia lelang tidak bekerja untuk membuat HPS, padahal HPS adalah harga pembanding, dari harga penawaran peserta lelang. Kuat dugaan ini memang disengaja karena pihak BBWS Brantas, sudah menyiapkan perusahaan calon pemenang yang akan dimenangkan. Agar seolah-olah perusahaan yang dimenangkan adalah perusahaan yang penawarnya paling rendah.

Dikatakan juru bicara Lsm Arak Marwan Hutabarat, SSos,  kami menduga PT Hariara, adalah perusahaan yang sudah disiapkan oleh pejabat BBWS Brantas, untuk jadi pemenang proyek ini. Hal ini tercermin panitia lelang mati-matian untuk memenangkan PT HR. Saat lelang PT HR adalah  sebagai penawar urutan ke tiga Rp 23.434.515.000. penawar yang urutan kesatu adalah PT JET nilai penawaran setelah terkoreksi Rp 21.281.983.000, dan penawar urutan dua PT ASB penawaran Rp 21.956.875.000. Artinya nilai penawaran PT JET dan PT ASB lebih rendah dari  PT HR. Tapi dengan alasan yang tidak masuk akal panitia lelang tanpa mengundang PT JET dan PT ASB untuk klarifikasi. Malah menetapkan PT HR sebagai pemenang.

“Seharusnya panitia lelang, adalah wakil pemerintah harus mengutamakan efesiensi anggaran untuk proyek tersebut. Dan wajib menghindari keborosan dan kebocoran anggaran. Dimenangkan PT HR  terdapat selisih anggaran penawaran sebesar Rp 2.152.532.000 ini layak dicurigai ada praktek korupsi. Berpotensi merugikan keuangan Negara.” Ungkap Marwan, kepada wartawan Koran ini. Senin (8/8).

Kalau dihitung dari nilai kontrak antara BBWS Brantas dengn PT HR, anggaran senilai  Rp 23.434.515.000 sangat tidak seimbang kalau dibandingkan pekerjaan dilapangan. Angaran besar pekerjanya sedikit. Jadi jangan heran kalau kantor BBWS Brantas, banyak yang menyebutnya sarang korupsi. Terang Marwan.

Pengerjaan proyek ini juga banyak terjadi penyimpangan, metode pekerjaan tidak layak dan tidak memenuhi persyaratan substantif contohnya : Penggunaan bahan, kebutuhan personil, tahapan pekerjaan dari awal sampai akhir.  Uraian cara pengerjan dari masing-masing jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang atau sementara.  Tidak dilaksanakan sesuai spesifikasi teknis dan gambar kerja.

Marwan menjelaskan, kami menemukan pengurangan volume pekerjaan,  ada aitem pekerjaan yang tidak dikerjakan seperti, Fasilitas Kesehatan (P3K) & K3 yang ada di lapangan tidak sesuai dengan isian form RK3K sesuai dokumen lelang, penanaman rumput lempengan, beton mutu K.175 untuk pondasi pasangan batu dengan volume ribuan m3 diduga tidak di kerjakan. 

Pekerjaan tersebut  kurang lebih 10.000 M, dengan uraian singkat, Pekerjaan Persiapan, Pekerjaan Tanah, Pekerjaan Beton, Linning Beton Pracetak / Pabrikasi K 300, Pekerjaan Pasangan dll dalam pelaksanaanya diduga tidak sesuai sepesifikasi dan gambar. Pelaksanaan pekerjaan pasangan seperti, Galian tanah biasa sedalam < 1 m yang di beberapa titik kedalamanya tidak lebih dari 50 cm, pencampuran spesi Pasangan Batu Kali seharusnya dengan Mortar tipe N (campuran 1 PC : 4 PP) yang ada di lapangan kurang lebih 1 PC : 6 -7 PP ini pasti akan mengurangi kualitas pekerjaan.  Paparnya.

“Seharusnya pekerjaan siaran yang dipakai adalah siaran tenggelam (masuk kedalam ± 1 cm dengan lebar siar 1,5 – 2 cm) akan tetapi yang ada di lapangan rata dengan permukaan batu. Untuk plesteran  Dinding dan lantai terbuat dari batu kali baik lama maupun baru seharusnya diplester dengan Mortar tipe S (adukan 1 PC : 3 PP) dengan ketebalan 1,5 cm, Namun kenyataanya dilapangan plesteran mengunakan Mortar tipe N (adukan 1 PC : 4 PP) dan ketebalan tidak lebih dari 1 cm akibatnya, sudah tampak retak-retak bahkan pecah,”  terang Marwan.

Masih menurut Marwan, ia mengatakan hampir semua Volume pekerjaan tersebut dikurangi.  Termasuk Volume pondasi ikut dikurangi. Dan material pasir yang digunakan pun mengunakan pasir urug yang tidak layak, karena banyak kandungan tanah. “Dari temuan kami ini sudah melaporkan kasus ini kepada pihak Kejaksaan. Saluran irigasi yang di rehabilitasi tersebut sepanjang sekitar dibawah 10.000 M’.   Jika dihitung jika pekerjaan pasangan dan cor pondasi, dikerjakan tidak sesuai spesifikasi, dan ada pengurangan Volume pekerjaan. Maka akan menimbulkan pontensi kerugian Negara yang sangat besar. Jadi kami mendesak agar aparat mengusut kasus ini.” Tegas Marwan. (rin/ags)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!