Rehab Saluran Pelayaran Rp 5,475 Miliar Serat Korupsi

BBWS BERANTAR : Pelaksanaan proyek Rehabilitasi pelayaran Kab Sidoarjo, yang dibiayai dari APBN 2016 sebesar Rp 5,475 miliar

Anggaran Dimark-up, Dikerjakan Asal-asalan

SIDOARJO NusantaraPosOnline.Com-Pelaksanaan proyek Rehabilitasi pelayaran Kab Sidoarjo, yang dibiayai dari APBN 2016 sebesar Rp 5,475 miliar. Yang dikelola Satuan kerja (Satker) SNVT Pelaksana jaringan pemanfaatan air Brantas, Balai besar wilayah sungai brantas (BBWS Brantas), jadi lahan korupsi pejabat dilembaga tersebut dan Kontraktor. Pasalnya angaran proyek tersebut terjadi praktek Mark-up besar-besaran, bukan hanya itu pekerjaan dilapangan juga dikerjakan asal-asalan.

Proyek tersebut, berlokasi di dua desa yaitu di Desa Penambangan, dan desa Desa Jeruk legi, Kecamatan Balong bendo, Kab sidoarjo. Dikerjakan oleh PT Cahaya Agun Persada Karya (PT CAPK), dengan nilai kontrak Rp 5,475 miliar. Anggaran tersebut tidak sebanding dengan pekerjaan yang ada dilapangan, pekerjaan di lapangan hanya berupa rehab (bongkar pasang) saluran irigasi. Panjang saluran irigasi yang direhab hanya kisaran sepanjang 500 meter. Untuk rehab saluran irigasi sekitar 500 meter tersebut PT CAPK, tidak perlu membeli material batu lagi. Karena mengunakan batu-batu bekas bongkaran yang lama. Kontraktor hanya membeli batu untuk beton cor pondasi, dan sedikit batu rain.

Koordinator LSM Arak Jatim, Safri Nawawi SH mengatakan, untuk membangun saluran irigasi sepanjang kisaran 500 meter. Tidak akan menghabiskan anggaran Rp 5,475 milyar, apalagi pekerjaan hanya bongkar pasang, batu yang lama kemudian dipasang lagi. Bisa dipastikan ada praktek mark-up anggaran yang dilakukan kantor BBWS Brantas.” Ujar safri.

Disamping praktek Mark-up, pekerjaan dilapangan Diduga terjadi pengurangan volume, dan tidak sesuai dengan spesifikasi, bahkan ada aitem pekerjaan yang tidak dikerjakan seperti, Fasilitas Kesehatan (P3K) & K3 yang ada di lapangan tidak sesuai dengan isian form RK3K sesuai dokumen lelang. Dan pekerjan penanaman rumput lempengan juga tidak dikerjakan.

Pantauan wartawan Koran ini dilapangan, mulai dari Pekerjaan Persiapan, pekerjaan tanah, Pekerjaan Pasangan, dalam pelaksanaanya diduga tidak sesuai spesifikasi dan gambar kerja. Pelaksanaan pekerjaan pasangan seperti, Galian tanah biasa sedalam < 1 m yang di beberapa titik kedalamanya tidak lebih dari 40 – 50 cm, pencampuran spesi pengikat Pasangan Batu seharusnya mengunakan Mortar tipe N (campuran 1 PC : 4 PP), tapi kenyataanya mengunakan Mortar 1 PC : 7 PP, bahkan ada yang mengunakan Mortar 1PC : 8 PP. Teknis pengerjaan pasangan batu tersebut juga buruk, karena pada bagian dalam pasangan batu banyak terdapat rongga-rongga besar karena kurang pengikat (kurang Mortar).

Sementara itu, bahan material pasir, yang digunakan untuk proyek tersebut berkualitas buruk, yaitu pasir campur tanah. “Seharusnya pasir campur tanah tersebut untuk material pengurugan kembali bekas galian. Dari warna pasir yang digunakan tesebut sudah tampak jelas berwarna usang kekuning-kuningan karena banyak mengandung tanah. Tapi oleh PT CAPK digunakan untuk campuran Mortar. Jadi ini pasti akan mengurangi kualitas pasangan batu.” Ujar Safri.

Pekerjaan pondasi seharusnya mengunakan Mortar campuran 1 PC : 2 PP dan 3 Batu, atau mutu beton K 175. Namun kenyataan dilapangan mengunakan Mortar 1 PC : 3 PP dan 4 batu. Jadi ini tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditanda tangani dalam kontrak.

Bahan material semen proyek tersebut semuanya mengunakan semen merek “Konch” produksi PT Semen Conch Kalimantan, milik pengusaha asal Cina. Dipasaran dalam negeri harga semen merek “Konck” jauh lebih murah dibandingkan dengan harga Semen Tiga roda, semen Padang, Semen Gresik, dan semen Baturaja.

Bukan hanya itu, pengerjaan tersebut kurang pengawasan padahal saat pengerjaan dilakukan Konsultan pengawas dari CV Nanda graha konsultanst (CV NGK), jarang sekali dilokasi pekerjaan, padahal untuk biaya supervisi (pengawas) telah diangarkan dalam APBN 2016 sebesar Rp 458.181.000. artinya uang pengawasan hanya dibuat bancaan oleh CV NGK yang berkantor di Jl Joko tole 105 Pemekasan, Madura. “Padahal konsultan pengawas, wajib membuat laporan perkembangan kegiatan, harian, mingguan, dan bulanan. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran, adalah penilaian atas pekerjaan yang terpasang maupun bukti-bukti pembayaran berupa kwitansi pembayaran upah ataupun pembelian material yang diperoleh dari pihak pelaksana yaitu PT CHPK, sesuai dengan daftar kuantitas dan harga yang tercantum dalam kontrak pekerjaan.

“Kalau pengawas jarang kelokasi proyek, artinya CV NGK hanya membuat laporan diatas kertas, tanpa mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan. Pasti ada kerjasama antara PT CHPK dan CV NGK untuk mengerjakan proyek tersebut asal-asalan. Karena CV NGK tidak akan bisa membuat laporan kalau tidak turun kelapangan (mengawasi). Semua ini terjadi karena ada persekongkolan antara BBWS Brantas, PT CHPK, dan CV NGK, karena kasus ini berpotensi merugikan keuangan Negara milyaran rupiah. Mereka harus bertangung jawab atas masalah ini. ” Tegas Safri.

Sementara itu, penangung jawab lapangan PT CHPK, beberapa kali ditemui di Direksi Kit, tidak bersedia menemui. Wartawan Koran ini.

Kepala kantor BBWS Brantas, Ir Amir Hamzah, MT, dan Pejabat pembuat komitmen (PPK) Penyedia air baku I, sangat sulit untuk ditemui untuk dimintai konfermasi. (rin/ags)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!