TULUNGAGUN, NusantaraPosOnline.Com- Sudah empat tahun satu unit kapal kayu berbobot 30 gross Ton (GT) bantuan Dinas perikanan dan Kelautan (DPK) Jawa timur, yang terlihat bersandar di pelabuhan pendaratan ikan (PPI) Popoh, kabupaten Tulungagung, Jawa timur. Kapal tersebut tidak pernah digunakan untuk melaut oleh nelayan penerima bantuan.
Dari penelusuran NP tahun 2014 silam DPK Jatim, memberikan bantuan tiga unit kapal penangkap ikan berbobot 30 GT berbahan kayu, kepada Kelompok usaha bersama (KUB) nelayan yang ada di Popo. Satu unit kapal seharga kisaran Rp 1,30 milyar. Bantuan diserahkan langsung oleh kepala DPK Jatim, H. Heru Tjahjono yang juga mantan Bupati Tulungagung.
Menurut Herlan, nelayan setempat, kapal bantuan tersebut awalnya 3 unit, cuman karena mangkrak yang satu unit saya dengar-dengar di bawa ke Pacitan, dan yang satunya ditarik ke pantai Prigi Trenggalek.
“Kapal yang masih di PPI Popo, cuman satu itu, sejak diserahkan oleh Pak Heru, kepada KUB nelayan tahun 2014 lalu sampai 2017 ini kapal tersebut tidak pernah digunakan buat melaut, oleh nelayan. Kapal itu hanya dipakai satu kali saat uji coba saja. Karena kapal tersebut tidak layak.” Kata Herlan. Minggu (5/11/2017) di PPI Popo Tulungagung.
Kapal itu sudah empat tahunan bersandar di sana. Jadi kapal bantuan DPK ini bukan sengaja dianggurkan oleh nelayan.
Mereka mengaku kapal itu tidak bisa digunakan lantaran desain kapal terlalu pendek dan tata ruang kapal juga tak sesuai dengan kebiasaan nelayan di daerah ini melaut, jaring tangkap ikan tidak memadai. Bukanhanya itu kualitas bahan kayu yang digunakan juga tidak memenuhi syarat.
“Kapal tersebut terlalu pendek, tidak cocok dipakai di pantai selatan. Disini ombaknya besar, apalagi bahan kapal pun tidak layak, karena mengunakan kayu yang tidak layak. DPK ini bukan bantu nelayan tapi mau bunuh nelayan.” ucap Herlan.
Ia mengaku, sebetulnya untuk merubah desain kapal kayu itu mudah. Tapi kalau kapal terlalu pendek, dan kayunya juga tidak layak, ya mending buat kapal yang baru mesinnya dipindah kekapal yang baru, biayanya hampir sama saja.
“Selama ini KUB PPI Popo, maupun KUB Prigi, yang dapat bantuan kapal dari pemerintah, pasti harus merehab kapal bantuan terlebih dahulu, baru kapal bisa dipakai. Karena bahan kayu yang digunakan pasti tidak layak. Bagi KUB yang tidak memiliki uang untuk meperbaiki ya, kapal dibiarkan mangkrak.” Tambah Herlan.
Terkait hal tersebut, Kepala DPK Jatim H Heru cahyono, belun bisa dimintai konfermasi, karena sulit untu ditemui wartawan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, masyarakat nelayan penerima kapal merugi dan bahkan terbebani secara moral akibat kapal tidak bisa dioperasikan. Kapal tersebut belum digunakan melaut sudah rusak berat. sudah mengalami patah garden.
Dan ukuran panjang lunas kapal terlalu pendek, kisaran 24 meter, kapal dengan ukuran segitu tidak bisa melaju dengan cepat. Hal itu akan sulit saat melaju, saat terjadi benturan dengan ombak besar. Sehingga 3 kapal tersebut dibiarkan mangkrak begitu saja di PPI Popo.
Bukan hanya itu derita KUB penerima bantuan kapal DPK tersebut juga mengeluhkan ukuran jaring bantuan harus ditambah 50 meter lagi.
Saat penyerahan bantuan dari kepala DPK Jatim, dengan KUB Penerima bantuan tersebut tidak mau menandatangani surat serah terima kapal tersebut. Karena kualitas kapal bantuan dinilai tidak layak oleh nelayan.
Menurut Slamet, salah seorang pengurus KUB awalnya pengajuan bantuan kapal ini, diajukan melalu Dinas Kelautan dan Perikanan, kab Tulungagung. Namun saat penyerahan bantuan kapal, KUB menolak menandatangani penyerahan bantuan tersebut.
Kepala bidang tangkap, Dinas Kelautan dan prikanan, Pemkab Tulungagung, Ir Sigit, waktu itu iajuga membenarkan pada saat penerimaan 3 unit kapal tersebut, para KUB tidak ada yang mau tanda tangan penyerahan barang. Karena kapal-kapal tersebut tidak bisa untuk digunakan melaut di perairan laut selatan.
Kapal tersebut pengadaanya dilakukan oleh DPK Jatim, sedangkan DKP Tulungagung, hanya penerima bantuan saja.
Sebagai informasi tahun 2005 lalu DPK Jati membeli 1 unit kapal Tuna long line berbobot 70 GT, panjang 25,80 meter, lebar kapal 5,80 meter, dan diberi nama KM “Madidihang” baru dibeli kapal sudah mangkrak. Karena mangkrak. Tidak lama usai di beli, kapal KM Madidihang, yang seharusnya untuk kapal latih lulusan SMK, namun oleh DPK Jatim kapal tersebut sampai sekarang malah disewakan kepada pihak suwasta yaitu pengusaha galangan kapal di Surabaya atau PT BS. (skd)