MEDAN (NusantaraPosOnline.Com)-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyebut penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) Sedang mempertontonkan citra buruk penegakan hukum di mata publik.
Pasalnya, Korps Adhyaksa tersebut tidak menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek revitalitasi Terminal Terpadu Amplas (TTA). Ketiga tersangka mendapat perlakukan istimewakan oleh Kejati Sumut, yakni, Khairudi Hazfin Siregar selaku Plt Kabid Pengawasan dan Survey Dinas Tarukim Kota Medan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Bukhari Abdullah selaku Tim Leader Konsultan Pengawas CV Indhoma Consultant, dan Tiurma Pangaribuan selaku Direktur PT Welly Karya Nusantara, selaku rekanan pelaksana proyek.
Direktur LBH Medan Surya Adinata mengatakan, Kejati harus memberantas korupsi secara professional, tampa pandang bulu. Karena, korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa dan menjadi atensi bersama. Dan masyarakat sangat mengharapakan Kejati, bisa bekerja professional.
“Ini merupakan preseden buruk. Mencontohkan penegakan hukum yang buruk kepada masyarakat,” kata Surya kepada wartawan, pecan lalu.
Surya menambahkan, penyidik Kejati, harus belajar dari kasus korupsi lain yang tidak dilakukan penahanan sewaktu-waktu tersangkanya tidak kooperatif dan bisah melarikan diri.
“Kalau sudah melarikan diri para tersangka ini, siapa mau bertanggungjawab. Sehingga Kejati memberi perlakuan istimewah terhadap tersangka korupsi terminal, tersebut” Ungkapnya.
Dia juga menyayangkan sikap tebang pilih penyidik Kejati. Sementara kasus korupsi lain, para tersangka dilakukan penahanan. Namun, hal itu tidak berlaku pada kasus dugaan korupsi revitalisasi Terminal Amplas ini. “Harusnya Kejatisu objektif dan sesuai dengan koridor hukum yang ada setiap menangani kasus korupsi,” Tegasnya.
LBH Medan mengharapkan bila kasus korupsi ini sampai di Pengadilan Tipikor Medan, majelis hakim harus langsung melakukan penahanan terhadap ketiga tersangka. “Hakim harus melakukan penetapan penahanan saat kasus ini di sidangkan,” Harap Surya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian mengatakan tidak dilakukan penahanan karena ketiga tersangka sudah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp400 juta dan ada orang yang menjaminnya.
Dari hasil penyidikan sementara, penyidik menemukan 6 item volume pekerjaan proyek revitalisasi terminal terbesar di Kota Medan itu yang tidak sesuai kontrak dan dinilai amburadul. Keenam item volume pekerjaan yang dimaksud yakni area pengerasan lahan, pekerjaan overlay pekerasan lama, peningkatan utilitas pemasangan pada bagian istalasi jet pump dengan status nihil dan drainase pada normalisasi saluran lama.
“Kemudian, item perbaikan saluran pada pembuatan penutup drainase (beton) dan terakhir pembuatan kanopi area drop off MPU pada pengecoran kolom,” Terang Sumanggar.
Menurut Sumanggar, dari informasi penyidik, bahwa setelah dilakukan penelitian oleh ahli untuk kegiatan tersebut dan perhitungan kerugian negara dari konsultan akuntan publik diketahui terdapat kekurangan volume untuk pekerjaan terhitung selama 90 hari kalender.
Karena itu, proyek yang dikerjakan oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Tarukim) Kota Medan yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran (TA) 2015 sebesar Rp 5.651.448.000 tersebut telah merugikan keuangan negara.
“Untuk kekurangan volume pada pekerjaan pembangunan revitalisasi Terminal Terpadu Amplas Dari hasil penghitung oleh akuntan publik diketahui jumlah kerugian negara sebesar mencapai Rp 491.104.883 yang,” Katanya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)