JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Raden Rasich Hanif Radinal (70 tahun) putra dari Menteri Pekerjaan Umum (PUPR) di era Presiden Soeharto, Radinal Mochtar, meninggal dunia setelah terlibat bentrok dengan petugas, saat mepertahankan rumah miliknya di Jalan Lebak Bulus III Nomor 15, Kecamatan Cilandak, Jaakarta selatan, dari proses eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kejadian ini terjadi pada Kamis (12/9/2024) lalu. Saat petuga PN Jakarta Selatan yang didamping sejumlah petugas kepolisian hendak membacakan penetapan eksekusi yang ditandatangani ketua PN Jaksel. Namun Hanif tak tinggal diam. Ia pun berada di posisi paling depan untuk mempertahankan lahan yang telah ia beli sejak 1996 lalu.
Namun, salah satu pria berpakaian bebas mencoba merusak kunci pagar rumah. Rasich Hanif yang berada di posisi paling depan pun terluka akibat terkena pukulan palu pria itu. Kemudian, puluhan pria berpakaian bebas mulai memasuki rumah dan mengeluarkan seluruh perabot rumah.
Pagar pun rusak hingga terjadi aksi saling dorong antara beberapa orang berpakaian bebas dengan Rasich Hanif. Hal ini membuat Rasich Hanif lemas hingga wajahnya pucat. Tubuhnya terkulai.
Ia pun dibopong oleh juru sita PN Jaksel Austri Mainur ke dalam area rumah. Rasich Hanif pun dibaringkan di area taman dengan wajah pucat hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit. Namun, naas Rasich Hanif meninggal dunia dilokasi, saat mepertahankan rumah miliknya.
Terkait hal ini, Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto mengtakan, Hanif mengalami cekcok dengan petugas juru sita selama proses eksekusi. Hanif mendadak terkulai lemas dan dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada, namun nyawanya tidak tertolong.
“Ketika kondisi almarhum semakin memburuk, dia segera dibawa ke RS Mayapada. Sayangnya, nyawanya tidak tertolong,” kata Djuyamto dalam keteranga pernyataan yang diterima pada Minggu, 15 September 2024.
Dia menyebutkan, Hanif meninggal dunia bukan akibat bentrokan fisik dengan petugas. Menurutnya, tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh petugas selama eksekusi berlangsung. Pihaknya juga menyampaikan duka cita mendalam atas kepergian Hanif.
“Almarhum meninggal bukan karena bentrokan fisik atau kekerasan dari petugas eksekusi,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Hanif, Tubagus Noorvan, membantah pernyataan PN Jakarta Selatan mengenai penyebab kematian kliennya.
Menurut Tubagus, Hanif sempat dipukul di bagian dada selama kericuhan. Dia mengklaim telah melihat rekaman kejadian yang menunjukkan adanya pemukulan.
“Dia dipukul di bagian dada. Saya melihatnya dalam rekaman yang ada di YouTube. Ada seseorang yang mendorong atau memukul dada Hanif, yang menyebabkan kehilangan kesadaran,” ujar Tubagus.
Tubagus juga menyebutkan bahwa Hanif tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Meskipun demikian, Tubagus belum berencana melaporkan kasus ini ke kepolisian. Sebagai langkah awal, pihaknya berencana untuk beraudiensi dengan Komisi III DPR RI.
“Yang disampaikan oleh Humas PN Jakarta Selatan adalah informasi yang tidak benar,” tegas Tubagus.
Tubagus menjelaskan bahwa sengketa tanah yang melibatkan Hanif telah berlangsung sejak tahun 1990-an, antara Hanif dan tetangganya. Hanif pernah memenangkan gugatan pada tahun 1995, namun pada tahun 2011, tetangganya mengajukan gugatan baru dengan dokumen yang dianggap palsu.
“Penggugat mengajukan gugatan pada tahun 2011 dengan menggunakan dokumen yang sudah terbukti palsu secara hukum. Hal ini telah dibuktikan dalam proses hukum,” kata Tubagus
Dia juga mengkritik PN Jakarta Selatan karena menerima gugatan dari penggugat pada 2011 yang berujung pada eksekusi.
Tubagus menilai seharusnya PN Jakarta Selatan menolak gugatan tersebut karena sudah ada putusan inkrah dari tahun 1995.
“Sita eksekusi ini berdasarkan legal standing yang salah dari PN Jakarta Selatan,” tambah Tubagus.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, menginformasikan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi mengenai kasus ini dari pihak Hanif. “Laporannya belum ada,” Terang Nurma Dewi.
Sebelum meninggal, Rasich Hanif masih lantang mempertahankan tanahnya dan menunjukkan surat-surat kepemilikan. Berdasarkan sertifikat hak milik Nomor 723 Cilandak Barat, tanah itu sudah atas nama Rasich Hanif.
Selain itu, akta jual beli nomor C74/Cilandak/1996 pada 1 Mei 1996 yang dibuat dihadapan notaris Maria Lidwina Indriani Soepojo, sebagai pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
“Tanah ini saya beli melalui Royah Bank BBD. Dikuatkan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 408/Pdt/G/1995/PN.JKT.SEL pada 3 Oktober 1996,” teriaknya sembari menunjukkan sebundel berkas di tangannya.***
Editor : BUDI W