SURABAYA, NusantaraPosOnline.Com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Timur, tahun 2017-2018, Budi Setiawan (BS) sebagai tersangka kasus dugaan menerima suap pengurusan bantuan keuangan Pemprov Jatim, tahun 2015 – 2018.
Budi Setiawan, juga merupakan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim, tahun 2015-2016 ini, diduga meminta 7,5 sampai 8 persen fee dalam bentuk uang, dari nilai banntuan keuangan Pemprov Jatim, yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung.
Penetapan mantan Kepala BAPPEDA Jawa Timur itu sebagai tersangka berdasarkan pengembangan kasus suap yang menyeret mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga menjerat salah satu pejabat di Pemprov Jatim tersebut.
“KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan tersangka BS (Budi Setiawan) Kepala BPKAD Provinsi Jatim 2014 – 2016 dan BAPPEDA Pemprov Jatim tahun 2017-2018,” Kata Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/08/2022).
Penetapan BS sebagai tersangka setelah KPK melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara Direktur PT Kediri Putra Tigor Prakasa, yang sudah terlebih dahulu ditangkap KPK dan disidangkan.
“Untuk kepentingan proses penyidikan, penyidik menahan tersangka BS untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 19 Agustus 2022 sampai dengan 7 September 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK Jakarta.
Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Konstruksi perkara yang menjerat Budi Setiawan :
“Setelah pelantikan Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung pada 2013. Mulyo, menemui Kepala BAPPEDA Jawa Timur. Dengan tujuan agar pembangunan di Tulungagung, mendapatkan dukungan dari APBD Pemprov Jatim.” kata Karyoto.
BS juga merupakan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim.
Setelah pertemuan tersebut, Syahri Mulyo menyampaikan kepada bawahanya yaitu Sutrisno sebagai kepada Kepala Dinas PUPR Tulungagung, dan Sudarto selaku Kepala Dinas Pengairan dan Permukiman Tulungagung. Bahwa ia sudah membuka “pintu”.
“Syahri Mulyo selaku bupati, memerintahkan Sutrisno dan Sudarto agar mengurus dan melakukan komunikasi lanjutan dengan BAPPEDA, dan BPKAD Pemprov Jatim. Dengan tujuan, agar Tulungagung mendapatkan alokasi Bantuan keuangan dari Pemprov Jatim untuk pembangunan infrastruktur.” Terang Karyoto.
Karyoto memaparkan, bahwa kewenangan pemberian Bantuan Keuangan Pemprov Jatim adalah pada Gubernur Jatim. Namun, pelaksanaannya analisis kebutuhan penempatan bantuan keuangan Provinsi Jatim didelegasikan kepada Kepala BAPPEDA sehingga Kepala BAPPEDA yang menganalisis kebutuhan masing-masing Kabupaten / Kota di Jawa Timur.
“Namun, dalam pelaksanaannya Kepala BAPPEDA Jatim, juga memberikan alokasi pembagian tersebut kepada pihak lainnya, seperti Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur,” Papar Karyoto.
Atas alokasi dan distribusi pembagian Bantuan keuangan tersebut, tersangka BS selaku Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur tahun 2015 – 2016 dapat mendistribusikan pembagian Bantuan keuangan tersebut kepada Kabupaten / Kota yang direkomendasikannya. Namun, keputusan akhir atas pembagian tersebut tetap ada pada Kepala BAPPEDA.
“Selanjutnya pada 2015, Sutrisno dan Sudarto mengadakan pertemuan dengan Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan BAPPEDA Jatim, untuk memberikan proposal pengajuan permintaan alokasi Bantuan Keuangan infrastruktur Pemprov Jatim.” Ujarnya.
Karyoto menyebutkan, pada pertemuan tersebut, KPK menduga masing-masing pihak telah mengetahui bahwa apabila disetujui maka akan ada pemotongan sebagai uang “fee” untuk jatah pihak BAPPEDA Jawa Timur sebesar 7,5 persen dari alokasi bantuan yang dicairkan.
“Selain melalui jalur Budi Juniarto, masih pada tahun yang sama, yaitu 2015, Sutrisno melakukan pertemuan dengan tersangka BS. Dalam pertemuan tersebut pada intinya Sutrisno meminta bantuan kepada BS agar ada alokasi Bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung.” Ungkapnya.
Dalam pertemuan itu, tersangka BS sepakat akan memberikan bantuan keuangan Provinsi Jatim, kepada Kabupaten Tulungagung, dengan persyaratan memberikan uang “fee” sebesar antara 7 sampai 8 persen dari total anggaran yang diberikan.
Selanjutnya pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp 79,1 miliar.
“Sebagai kometmen awal, maka Sutrisno memberikan uang ‘fee’ kepada tersangka BS sebesar Rp 3,5 miliar. ‘Fee’ tersebut diserahkan oleh Sutrisno langsung kepada tersangka BS di ruangan kepada BPKAD Provinsi Jawa Timur,” Tegas Karyoto.
KPK mengungkap uang “fee” yang dikumpulkan Sutrisno tersebut berasal dari pengusaha atau Kontraktor di Kabupaten Tulungagung yang mengerjakan proyek yang didanai dari Bantuan keuangan Pemprov Jatim tersebut.
Kemudian pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi Kepala BAPPEDA Provinsi Jawa Timur sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS.
Bagaikan gayung bersambung, selanjutnya pada tahun 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Provinsi Jawa Timur. Sehingga Sutrisno kembali menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran untuk Kabupaten Tulungagung.
“Sehingga pada APBD perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 29,2 miliar, dari Provinsi.” Pungkas Karyoto.
Sebagai informasi, setelah menjabat ketua BEPPEDA Provinsi Jawa, Budi Setiawan juga pernah menjabat komisaris Bank Jatim. (Fri)