Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Hukrim

Hakim PN Rokan Hilir Vonis 1 Tahun Buai Terdakwa Pencabulan Anak Dibawah Umur

×

Hakim PN Rokan Hilir Vonis 1 Tahun Buai Terdakwa Pencabulan Anak Dibawah Umur

Sebarkan artikel ini
FPTO : Kantor Pengadilan Negeri Rokan Hilir. Ist

ROKAN HILIR, NusantaraPosOnline.Com-Majelis hakim Pengadilan Negeri Rokan Hilir (PN Rohil) yang dipimpin oleh Erif Erlangga sebagai Hakim Ketua, Aldar Valeri, dan Nora masing-masing sebagai hakim Anggota, pada Selasa, (24/5/2022) menjatuhkan vonis 1 tahun penjara terhadapa JS (19) terdakwa perkara pencabulan anak dibawah umur terhadap korban yakni NSS (16).

Selan penjara, pelaku pencabulan ini juga divonis membayar denda Rp 500 juta subsider kurungan 1 bulan. Vonis hakim yang ringan ini, sontak menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat, terutama di Rohil. Pasalanya putusan yang diberikan dinilai tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat.

Pasalnya dalam sidang sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan negeri Rohil menuntut Terdakwa JS dengan pidana 9 tahun penjara.

Terkait hal ini Ketua PN Rohil Rio Barten Timbul Hasahatan, melalui wakil Juru bicara PN Rohil Hendrik Nainggolan membantah tudingan tesebut. Ia menjelaskan, majelis Hakim menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan JPU menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun kepada Terdakwa dengan pertimbangan didasari dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yang pada pokoknya mengatur Majelis Hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah minimal dengan pertimbangan khusus.

“Pertimbanguan khusus ini, yakni diantaranya adapal :  Pertama : Ada perdamaian dan terciptanya kembali harmonisasi hubungan antara Pelaku/Keluarga Pelaku dengan Korban/Keluarga Korban, dengan tidak saling menuntut lagi bahkan sudah menikah antara pelaku dan korban, atau perbuatan dilakukan suka sama suka. Hal tersebut tidak berlaku apabila perbuatan dilakukan oleh ayah terhadap anak kandung/tiri, guru terhadap anak didiknya; Kedua, harus ada pertimbangan hukum dilihat dari aspek yuridis, filosofis, sosiologis, edukatif, preventif, korektif, represif dan rasa keadilan.” Terang Hendrik.

Hendrik juga menjelaskan, dari fakta hukum yang terungkap telah terjadi perdamaian antara pihak keluarga korban dan keluarga terdakwa. Bahkan korban dan terdakwa telah sepakat untuk dinikahkan. Sambungnya.

“Selanjutnya berdasarkan keterangan korban yang bersesuaian dengan keterangan terdakwa diketahui bahwa terdakwa dan korban sedang dalam hubungan pacaran ketika terdakwa melakukan perbuatan pidana tersebut.” Paparnya.

Atas pertimbangan itulah, sehingga majelis Hakim menilai perbuatan terdakwa yang telah menikahi anak Korban tersebut menunjukkan adanya kesadaran terdakwa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap Korban. Jelasnya

“Selain itu dalam proses penyelesaian perkara pidana dikenal konsep restorative justice dimana penyelesaiannya yang mengedepankan kepentingan masa depan para pihak yang berperkara, maka Majelis Hakim berpendapat terdakwa yang telah menikahi korban tersebut telah melindungi kepentingan masa depan anak.” Ujarnya.

Menurut Hendrik, korban dan anak yang ada dalam kandungan korban,  apabila dijatuhkan pidana sebagaimana dimaksud dalam tuntutan JPU akan menghalangi kewajiban terdakwa untuk memberikan kehidupan yang layak kepada Korban dan anaknya yang ada dalam kandungan yang dapat merugikan kepentingan masa depan korban dan anak yang ada dalam kandungannya tersebut.

“Untuk itu dengan memperhatikan Surat edaran MA Nomor 1 Tahun 2017 maka terhadap Terdakwa patut untuk dijatuhkan pidana di bawah minimal sebagaimana termuat dalam amar putusan yang dinilai telah memenuhi rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan”  Pungkasnya.

Sementara itu dilansir dari beberapa media, menangapi vonis ini, Kejari Rohil Yuliarni Appy melalui Kasi Pidum Kejari Rohil Dicky Saputra, pada Rabu (25/5/2022) menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan upaya banding. Mereka menilai putusan yang diberikan tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat, dimana seharusnya negara hadir untuk melindungi anak korban. (Jun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!