Hukrim  

Korupsi Satelit Kemhan, Kejagung Sita 3 Kontainer Dokumen Dari Kantor dan Apartemen Dirut PT DNK

Penyidik Kejagung geledah kantor dan apartemen pribadi Bos PT DNK yang sekaligus Tim Ahli Kemhan. Foto : Dok Kejagung

JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah 3 lokasi, terkait kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2015–2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak  menjelaskan, ketiga lokasi yang digeledah tersebut, yakni : Dua Kantor PT Dini Nusa Kusuma (DNK) yang beralamat di Jalan Prapanca Raya Jakarta Selatan dan Panin Tower Senayan City Lantai 18 A Jakarta Pusat serta di Apartemen pribadi milik SW Direktur Utama PT DNK sekaligus Tim Ahli di Kementerian Pertahanan Arifin Wiguna. Penggeledahan tersebut berlangsung pada Selasa, pukul 15.00 WIB.

Dari penggeladahan tersebut, Leonard mengatakan bahwa tim penyidik Kejagung telah mengamankan tiga kontainer dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara korupsi proyek satelit dan 30 barang bukti elektronik.

Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015–2021,” Teranya.

PT DNK merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu.

Sebelumnya, Kejagung pada Jumat (14/1/2022), menyatakan bahwa pihaknya mulai menyidik kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit slot Orbit 123° BT pada Kemhan tahun 2015–2021.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengatakan, pihaknya mulai menyidik kasus tersebut setelah menaikkannya dari penyelidikan. Adapun penyelidikan kasus ini berlangsung sepekan.

Dalam penyelidikan tersebut, penyelidik Kejagung telah memeriksa beberapa pihak, baik dari swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kemhan sebanyak 11 orang.

Kejagung juga berkoordinasi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di Badan Pengawasan Kuangan dan Pembangunan (BPKP) ketika menyelidiki kasus tesebut.

Pelibatan auditor BPKP tersebut, lanjut Febrie, sehingga tim penyelidik memperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.

Jampidsus mengatakan, kasus dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2015 sampai dengan 2021 ketika Kemenhan melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Ini merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemhan, antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.

“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum, yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik,” ungkapnya.

Bahkan, lanjut Febrie, saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemhan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu dilakukan.

“Tidak pelu menyewa karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, masih ada waktu 3 tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” tandasnya.

Bukan hanya itu, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar atau setengah triliun.

Uang setengah triliun rupiah itu berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp 41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp 4,7 miliar.

“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi,” katanya.

Pembayaran US$ 20 juta itu masih menjadi potensi kerugian karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

“Selanjutnya Kemarin kita sdh lakukan expose. Peserta expose menyatakan bahwa alat bukti sudah cukup kuat untuk dilakukan penyidikan sehingga surat perintah penyidikan Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 diterbitkan pada tanggal 14 Januari 2022 dengan nomor print 08.” terang Febrie. (Bd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!