Hukrim  

Sunat Insentif Pegawai, Sekda Pemkab Gresik Dituntut 7 Tahun Penjara

Sekda Gresik (nonaktif) Andhy Hendro Wijaya, menjalani sidang di pengadilan Tipikor PN Surabaya, Jumat (6/3)

SURABAYA, NusantaraPosOnline.Com-Mantan kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Gresik Jawa timur, Andhy Hendro Wijaya (AHW) yang saat ini menjabat Sekda Gresik (nonaktif), dituntut 7 tahun penjara, dalam kasus dugaan pemotongan insentif dana pegawai di BPPKAD tahun 2018.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik Esti Harjanti Candrarini, dalam sidang pengadilan pidana korupsi (Tipikor) PN Surabaya, Jumat (6/3). Juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan.

JPU menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 12 huruf f Jis, Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jis, Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jis, Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam materi tuntutannya, JPU Esti Harjanti Candrarini menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa Andhy Hendro Wijaya menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dipotong tahanan kota yang dijalani terdakwa.

Selain itu, meminta majelis hakim pemeriksa perkara yang diketuai I Wayan Sosiawan untuk menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 1 milliar.

“Sesuai ketentuan, apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” jelas Esti Harjanti Candrarini.

Hanya saja dalam surat tuntutannya, JPU tidak membebankan pidana uang pengganti kepada terdakwa AHW dikarenakan uang pengganti sebesar Rp 600 juta lebih tersebut telah dibebankan ke terdakwa M Mukhtar (mantan Plt Kepala BPPKAD), dengan berkas penuntutan perkara terpisah). “Untuk uang pengganti nol,” tegas Esti.

Untuk barang bukti (BB) berupa uang sebesar Rp 157.437.000, JPU mengatakan tetap berada dalam berkas perkara. “Membebankan biaya perkara kepada terdakwa,” kata Estj Harjanti Candrarini.

Sejumlah pertimbangan memberatkan di surat tuntutan JPU,  yakni karena Andhy Hendro Wijaya sebagai Kepala OPD tidak memberikan contoh yang baik dan perbuatannya tidak mendukung program pemerintah yang bersih dari korupsi kolusi nepotisme (KKN), serta berbelit-belit selama persidangan.

“Sementara hal yang meringankan, terdakwa sopan dan belum pernah dihukum,” ungkapnya.

Sementara atas tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan mempersilakan terdakwa Andhy Hendro Wijaya dan tim penasehat hukumnya mengajukan pembelaan dalam sidang satu pekan mendatang.

“Silakan ajukan pembelaan hari Jum’at tanggal 13 Maret. Bisa mengajukan sendiri atau diwakilkan ke penasehat hukum saudara,” kata I Wayan Sosiawan.

Menjawab pertanyaan hakim, kuasa hukum terdakwa, Hariyadi, S.H., meminta sidang agenda pembacaan nota pembelaan dimajukan hari Senin (9/3). “Kami sudah siap, hari Senin tanggal 9 akan kami bacakan,” katanya.

Hakim I Wayan Sosiawan mengabulkan permintaan kuasa hukum terdakwa dan menyatakan sidang dilanjutkan Senin (9/3), depan. (ags)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!