JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Presiden Jokowi sudah “dikerjain” habis-habisan oleh proyek pengadaan Bus rapit transit (BRT) Kementrian perhubungan (Kemenhub), yang dibiayai dari APBN, yang bersumber dari alokasi anggaran hasil penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Bagaimana tidak tahun 2014 lalu Kemenhub, melalui Ditjen Perhubungan Darat (Dirjen PHD) menganggarkan Rp 187.500.000.000 , untuk pembelian 150 unit BRT Ero II Engene model II pintu ukuran besar. 150 BRT tersebut untuk mengatasi kemacetan di 5 kota besar (Ibukota provinsi) di Indonesia, satu kota mendapatkan bagian 30 unit BRT, yakni : Surabaya, Bandung, Makasar, Medan, dan Denpasar.
Banyak yang aneh dari proyek 150 BRT tahun 2014 ini. Karena yang ngotot ingin membeli BRT bukan dari usulan daerah penerima bantuan. Sebagai contoh 30 unit BRT untuk Kota Surabaya, ditolak oleh Wali kota Surabaya. Hal ini sudah dimuat oleh www.viva.co.id dengan judul : “Kukuh dengan Trem, Wali Kota Risma Tolak Bus dari Kemenhub”

Lalu untuk apa Kemenhub memaksakan membeli 150 BRT, jika daerah belum membutuhkan bantuan BRT ukuran besar. Jadi proyek ini muncul karena dipaksakan oleh pejabat Kemenhub RI.
Hal ini terbukti bus-bus yang dibeli seharga Rp 1.250.000.000 / unit tersebut sudah banyak mangkrak. Menunggu waktu jadi besi tua.
Bobroknya Lelang Proyek Terpusat di Kemenhub dan Tidak Transparan :
Pelelangan 150 BRT senilai Rp 187.500.000.000 tahun 2014, terpusat di Kemenhub RI. Lelang dipecah menjadi 5 paket. Tiap satu paket nilai pagu anggaran Rp 37.500.000.000, dan HPS Rp 36.110.585.014.
Ada yang aneh dari 5 paket tersebut setiap paket hanya ada 3 perusahaan yang mengajukan penawaran harga yakni : PT. Daya guna motor Indonesia dengan penawaran Rp 36.135.000.000 ; PT Indonesia Trada, Penawaran Rp 36.179.946.000; dan PT Duta cemerlang, penawaran Rp 36.282.000.000. Jadi disetiap paket hanya tiga perusahaan itu yang mengikuti lelang, dan nilai penawaran dimasing-masing paket juga sama.
Adapun letak keanehanya, yakni seolah-olah ada penataan dan pengondisian lelang, dan ada monopoli oleh tiga perusahaan tersebut. Yang lebih parah lagi Penayangan Pemenang Lelang di LPSE Kemenhub RI, tidak akurat, nama rekanan penyedia jasa (pemenang lelang) tidak diumumkan di LPSE Kemenhub.
Yang perlu kita cermati bersama kenapa Kemenhub, memaksakan lelang dilakukan di Pusat. Padahal untuk pengiriman 150 unit BRT tersebut dari Jakarta ke 5 provinsi yang yang jadi sasaran bantuan, akan menambah beban APBN untuk biaya kirim, ini adalah pemborosan anggaran.
Seharusnya Kemenhub, hanya berkonsentrasi pada kebijakan, standar prosedur, standar managemen BRT. Pejabat kemenhub tidak perlu menyibukan diri mengurusi hal-hal yang teknis sampai ke pengadaan Bus.
Seharusnya Kemenhub menciptakan vision yang lebih besar untuk angkutan masal secara menyeluruh dan menciptakan sistem intergritasnya. Jadi apa yang dilakukan Kemenhub dengan momonopoli, dan terlibat langsung secara teknis dilapangan pengadaan BRT hingga pengiriman BRT. Itu artinya Kemenhub, telah mengkerdilkan fungsi dan kewenangan Kemenhub itu sendiri. Hal ini sudah dimuat beberapa kali oleh Nusantara Pos & NusantaraPosOnline.Com. Diantaranya denga judul :
- Judul berita : Menelanjangi Proyek Pengadaan 3000 Unit BRT Kemenhub”
- Judul berita : Membongkar Borok Proyek 3000 BRT Kemenhub, Dan
- Judul berita : Apa Khabar Proyek 3000 BRT Kemenhub Yang Bobrok ?”.
150 unit BRT tahun 2014 lalu banyak yang mangkrak. Dan beberapa unit ada yang dipaksakan beroperasi, namun tetap terseok-seok karena menangung beban dosa-dosa pejabat Kemenhub, yang memaksakan membeli 150 BRT tahun 2014 lalu. Kini BRT-BRT tersebut tidak berfungsi secara maksimal, uang APBN tesedot oleh gagasan Bobrok, segerombolan pejabat Kemenhub.
Bahkan untuk menutupi bobroknya proyek 150 BRT 2014, diakhir tahun 2016 lalu, Kemenhub RI, melalui satuan kerja (Satker) Ditjen Perhubungan darat (Detjen PHD), pada ahir tahun 2016 telah mengangarkan pada APBN P 2016 sebesar Rp 20.303.798.147 untuk bantuan pengoperasian 150 BRT tersebut.
Proyek yang dipaksakan. Lelang terpusat di Kemehub, dan dilakukan dengan cara abal-abal atau tidak transparan. Tidak mungkin Bus-bus tersebut mangkrak, kalau proyek tersebut dilakukan dengan perencanaan yang matang.
Dan tidak mungkin 30 unit BRT ditolak Wali kota Surabaya kalau proyek tersebut berdasarkan usulan dan kebutuhan kota penerima bantuan. Jadi layak dicurigai proyek 150 BRT adalah kebutuhan oknum-oknum pejabat Kemenhub RI, dan rekananya. Waktu itu Dirjen Perhubungan darat dijabat oleh Djoko Sasono. Hal ini diberitakan Nusantara Pos & NusantaraPosOnline.Com. dengan judul : “BRT Bantuan Kemenhub Tak Mendapat Tempat, Yang Layak Di Terminal Purbaya”
BRT Mangkrak Jilit II Proyek 3000 BRT.
Ketika 150 BRT tahun 2014 banyak yang mangkrak. Tahun 2015 Kemenhub justru tambah nekat “Ngerjai” Pemerintahan Joko Widodo. Kemenhub kembali melalui Ditjen Perhubungan Darat, meluncurkan program pengadaan BRT sebanyak 3.000 unit untuk periode 2015-2019. Hal ini diberitakan Nusantara Pos & NusantaraPosOnline.Com. dengan judul :
Baca Juga :
- Lsm Arak : Proyek Pengadaan 3000 BRT Kemenhub Rugikan Negara
- Membongkar Borok Proyek 3000 BRT Kemenhub
- Buntut Proyek 3000 BRT Kemehub, Lsm Arak Minta 4 Pejabat Dipecat
- LSM ARAK : Proyek Bermasalah, Pengoperasian 5 BRT Bekas Juga Amburadul
- Lima BRT Bekas, Bantuan Kemenhub Stop Operasi Di Kab Banyuasin
- Proyek Pengiriman Bus Rp 7,246 Milyar, Di Kemenhub Diduga Jadi Bancaan
- BRT Bantuan Kemenhub Tak Mendapat Tempat, Yang Layak Di Terminal Purbaya
- Diduga Proyek Kong-Kalikong BRT Bantuan Kemenhub, Mangkrak Dikota Sorong
- Kemenhub Menutupi Proyek 3000 BRT Yang Mangkrak
- Dugaan Korupsi Proyek Pengiriman Bus Rp 7,246 M Kemenhub
- Menelanjangi Proyek Pengadaan 3000 Unit BRT Kemenhub
- Judul berita : Proyek 3000 BRT Rp 4,2 Triliun Hanya Untungkan Pejabat dan Rekanan
- Lsm Arak, Cium Bau KKN Di Proyek 3000 BRT Kemenhub
- Diduga Proyek Kong-Kalikong BRT Bantuan Kemenhub, Mangkrak Dikota Sorong
Untuk satu unit BRT ukuran besar, dianggarkan dalam APBN kisaran harga Rp 1.402.100.000 / unit (sumber SiRUP Kemenhub RI tahun 2015). Jadi kalau ditotal untuk membiayai proyek 3000 BRT tersebut menghabiskan APBN kisaran Rp 4.206.300.000.000.
Menurut rencana pengadaan tahap awal dilakukan tahun 2015 sebanyak 1000 unit, pengadaan sedangkan sisanya sebanyak 2000 unit, akan dilakukan bertahap yakni 500 unit pertahun dari tahun 2016 – 2019.

Kata orang bijak, pengalaman itu guru paling baik. Tapi kenapa Jokowi, tidak kapok, dan masih percaya juga pada proyek 3000 BRT tahun 2015 – 2019 yang dilaksanakan Kemenhub RI. Padahal proyek 150 unit BRT tahun 2014 untuk lima provinsi saja suah mangkrak, bahkan ada yang ditolak oleh daerah. Kenyataan dilapangan hanya tinggal gunung seribu janji.
Rencana Bigini, Sekarang Begono :
Saat pengajuan anggaran di DPR RI proyek pembelian 3000 BRT ukuran besar, diperuntukan untuk mengatasi kemacetan dikota-kota besar di Idonesia. 3000 BRT tersebut akan dibagikan kedaerah-daerah (ibu kota Provinsi) yakni 34 provinsi. Tidak termasuk DKI.
Menurut rencana pengadaan 3000 BRT, untuk tahap awal dimulai tahun 2015 yaitu membeli 1000 BRT, sedangkan sisanya 2000 BRT akan dibeli secara bertahap sejak 21016 hingga tahun 2019.
Namun buktinya tidak sesuai rencana, tapi malah begono, tidak sesuai pidato-pidato pejabat Kemenhub, malah kenyataan dilapangan hanya tinggi gunung seribu janji.

Kemenhub ternyata bohong, tahap awal tahun 2015 bukan membeli 1000 BRT, tapi malah membeli 125 BRT. 1025 BRT tersebut ternyata dibagikan yakni : 825 unit diberikan ke PT. Perum Damri Bandung dan Jakarta, Sisanya 200 BRT diberikan ke 8 daerah, yakni yaitu Aceh, Lampung, Kota Pekan Baru, Kota Batam, Kota Palembang, Kota Semarang, dan Kota Sorong. Jadi ini tidak sesuai dengan tujuan awal, yang rencananya BRT akan dibagikan ke daerah-daerah tidak termasuk Jakarta dan Bandung.
Jadi alokasi untuk daerah hanya 200 unit BRT. 825 Bus-bus yang dikelolah PT Perum Damri, sudah banyak yang mangkrak dan rusak. Bahkan kursi penumpang sudah banyak yang dirubah menghadap kedepan semua. Dan beroperasi tidak sesuai untuk peruntukanya, beroperasi dengan trayek yang tidak jelas.
Bahkan pada tanggal 4 Januari 2016 Terminal mendadak heboh karena BRT bantuan Kemenhub untuk Kota Semarang kehilangan 32 ban serep karena digondol maling. Bahkan onderdil BRT ada yang ditukar. Dan BRT disewakan secara diam-diam.
Meski pengadaan BRT tahap awal banyak bermasalah, selanjutnya Kemenhub masih melanjutkan proyek 3000 BRT yang bobrok tersebut. Namun banyak perbedaan antara pengadaan BRT tahan awal 2015, dengan tahap 2016, 2017, dan 2018. Perbedaannya adalah pembelian tahap awal (Th 2015) pejabat Kemenhub sering pidato berkoar-koar ke pablik, tentang proyek 3000 BRT.

Namun setelah proyek ini bermasalah, kelanjutan proyek 3000 BRT di tahun 2016 – 2018 tidak terlihat gaungnya lagi di pablik. Malah Kemenhub, terkesan menutup rapat-rapat tentang kelanjutan pelaksanaan proyek 3000 BRT yang bobrok tersebut. Dan membagikan bus secara sembunyi-sembunyi.
Sebelum proyek ini berjalan banyak kalangan yang mempridiksi bahwa proyek 3000 BRT periode 2015 – 2019 akan merugikan Negara, karena anggaran APBN yang bersumber dari penghematan subsidi BBM yang mencapai kisaran Rp 4.206.300.000.000. Dikelolah oleh Kemenhub untuk membiayai proyek 3000 BRT timingnya tidak tepat, proyek tersebut bukan berdasarkan usulan dan kebutuhan daerah (ibu kota Provinsi). Seharusnya proyek 3000 BRT tersebut, dibatalkan. Lebih baik dananya digunakan untuk mengembangkan infrastruktur jalan Tol di luar Jawa.

Proyek 3000 BRT cepat atau lambat akan membuat Presiden Jokowi, pusing karena tadinya begini kok sekarang begono, pengajuan anggaran 3000 BRT tersebut untuk dibagikan 34 provinsi, Ternyata bus-bus BRT yang dibeli tahap awal tahun 2015 sudah banyak yang mangkrak di kandang PT Perum Damri, Bandung.
Bila proyek 3000 BRT Kemenhub diteruskan, maka akan semakin banyak beban APBN, tak perduli siapa Presidennya kelak.
Dan sebaiknya Presiden Jokowi, memecat para pejabat dilingkungan Dirjen PHD yang terlibat dalam pengajuan dan memaksakan proyek 3000 BRT, ketimbang pejabat-pejabat ini pintar mengusulkan anggaran proyek-proyek tidak tepat, yang merugikan Negara. Dan diharapkan KPK juga melakukan penyelidikan terhadap proyek ini. (Jun)
Penulis : Junsri Nawawi, SH, Bagian pengkajian Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak)
